Dewan Pers Di Nahkodai Dr Ninik Rahayu Jurnalistik Jangan Salah Kaprah

Dewan Pers Di Nahkodai Dr Ninik Rahayu Jurnalistik Jangan Salah Kaprah

Sudu­tpan­da­ngra­kya­com — tKe­tua Dew­an Pers Dr Ninik Raha­yu meng­a­tak­an, bah­wa Dew­an Pers telah menu­tup pen­daf­tar­an untuk media cetak, radio, tele­vi­si dan siber/online.

“Saat ini memang tidak ada lagi pen­daf­tar­an,” ujar Ninik Raha­yu, mela­lui pes­an sing­kat Wha­tsapp, Jumat (24/2/2023).

Menu­rut Ninik, pen­daf­tar­an media meru­pak­an pro­duk Undang-undang (UU) yang lama, semen­ta­ra yang baru tidak meng­gu­nak­an hal ter­se­but.

” Itu rezim UU pokok pers, UU No 40/1999 tidak meng­e­nal lagi pen­daf­tar­an,” jelas­nya sera­ya mene­gask­an UU No 40 Tahun 1999 yang ber­la­ku.

Seper­ti dike­ta­hui, menu­rut Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jur­na­lis­tik, Wina Arma­da Suka­rdi menye­butk­an, pen­daf­tar­an bad­an usa­ha atau bad­an hukum pers ke Dew­an Pers, sam­pai seka­rang masih banyak salah kap­rah dan sesat.

“Masih banyak per­nya­ta­a­an, “Oh, ini belum dapat dise­but seba­gai pro­duk pers, kare­na bad­an hukum per­u­sa­ha­an­nya belum didaf­tark­an di Dew­an Pers!” per­nya­ta­an itu ber­mak­na, seak­an-akan pen­daf­tar­an bad­an hukum pers ke Dew­an Pers men­ja­di salah satu sya­rat agar bad­an usa­ha pers dapat dika­ta­go­rik­an seba­gai lem­ba­ga pers, sehing­ga pro­duk­nya juga men­ja­di pro­duk pers,” kata Wina Arma­da Suka­rdi belum lama ini.

Dika­tak­an Suka­rdi sapa­an akrab Wina Arma­da Suka­rdi, bah­wa kon­su­ku­en­si­nya dari pan­dang­an sema­cam itu, jika sebu­ah lem­ba­ga pers yang bad­an hukum­nya belum ter­daf­tar atau belum didaf­tark­an di Dew­an Pers, maka bad­an usa­ha itu buk­an lem­ba­ga pers dan pro­duk­nya juga oto­ma­tis buk­an pro­duk pers.

Bebe­ra­pa kali pihak pene­gak hukum mana­ka­la meme­rik­sa kasus yang ter­ka­it dengan kasus pers ber­ke­ya­kin­an pula, sela­ma media meru­pak­an pro­duk Undang-undang (UU) yang lama, semen­ta­ra yang baru tidak meng­gu­nak­an hal tersebut.give

Oto­ma­tis pro­duk­nya juga buk­an pro­duk pers. Ujung-ujung­nya poli­si mene­gask­an dapat meng­e­nak­an pida­na kepa­da bad­an hukum ter­se­but, anta­ra lain dapat dije­rat pasal-pasal Kitab Undang-undang Pida­na (KUHP) atau UU Infor­ma­si dan Tran­sak­si Elek­tro­nik (ITE).

Di balik Sua­tu Pen­daf­tar­an Pas­ti­lah Ada Sesu­a­tu

Keti­ka UU Pers diba­has di DPR, ter­ja­di per­de­bat­an alot anta­ra pihak peme­rin­tah dan ang­go­ta DPR ser­ta bebe­ra­pa orang tokoh pers yang meng­i­ku­ti pro­ses pem­ba­has­an UU Pers. Wak­tu itu peme­rin­tah ber­si­ke­ras supa­ya pers wajib men­daf­tark­an diri ke Dew­an Pers. Dalam draf awal RUU ten­tang Pers, memang peme­rin­tah mema­suk­an pasal kewa­jib­an pers men­daf­tark­an diri ke Dew­an Pers.

Alas­an peme­rin­tah macam-macam. Anta­ra anta­ra lain dise­but, dengan ada­nya pen­daf­tar­an bad­an hukum pers ke Dew­an Pers dapat dike­ta­hui jum­lah dan data pers nasio­nal. Jadi peme­rin­tah dapat punya data yang leng­kap. Kemu­di­an diya­kink­an, soal pedaf­tar­an juga cuma­lah ber­si­fat admi­nis­tra­tif dan tidak ber­sang­kut paut dengan pem­be­ri­ta­a­an redak­sio­nal.

admin manggadini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *