FPAM Sulsel Desak Transparansi Anggaran Hari Jadi Bantaeng: Kritik Keras, Seruan Audit, hingga Tuntutan Pemeriksaan oleh Kejaksaan
BANTAENG | SUDUTPANDANGRAKYAT.COM— Perayaan Hari Jadi Bantaeng ke-771 resmi berakhir, namun rangkaian kegiatan tersebut meninggalkan jejak polemik besar yang kini menjadi sorotan publik. Carut-marut penempatan anggaran pada tahap awal, pembengkakan biaya perayaan di tengah kebijakan efisiensi nasional, serta kondisi PHK massal yang menekan ekonomi masyarakat Bantaeng, memunculkan pertanyaan serius terkait prioritas kebijakan pemerintah daerah.
Ketua Front Pemuda Advokasi Masyarakat Sulawesi Selatan (FPAM Sulsel), Misbah, menilai bahwa situasi ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa evaluasi menyeluruh. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah gagal membaca kondisi sosial ekonomi masyarakat dan justru mengutamakan pesta perayaan di saat banyak warga kehilangan pekerjaan.
“Ada ketidaksinkronan fatal antara kebijakan pusat yang sedang melakukan efisiensi besar-besaran dan keputusan daerah yang menghabiskan anggaran jumbo untuk perayaan. Ini bukan sekadar persoalan hiburan, ini persoalan etika kebijakan dan prioritas publik,” tegas Misbah.
Menurutnya, kekacauan perencanaan anggaran yang terjadi sejak tahap awal merupakan indikasi lemahnya tata kelola pemerintahan, bahkan berpotensi membuka ruang terjadinya penyimpangan.
“Di tengah PHK massal, pemerintah daerah seharusnya mengalokasikan anggaran untuk pemulihan ekonomi masyarakat, bukan untuk agenda seremonial semata,” lanjutnya.
Tidak hanya mengkritik pemerintah daerah, FPAM Sulsel juga melayangkan kecaman keras kepada Kejaksaan Negeri Bantaeng. Misbah menegaskan bahwa lembaga penegak hukum harus segera turun tangan untuk memeriksa seluruh rangkaian penggunaan anggaran Hari Jadi Bantaeng ke-771.
“Kami mengecam keras lambannya Kejaksaan dalam merespons keresahan publik. Anggaran sebesar ini tidak boleh dibiarkan tanpa pengawasan serius. Kejaksaan wajib memeriksa detail penggunaan anggaran dan seluruh vendor yang terlibat,” tegas Misbah.
Ia menambahkan bahwa ketidakjelasan mekanisme penunjukan vendor, potensi pengadaan yang tidak transparan, hingga dugaan markup harus menjadi fokus penyelidikan. FPAM Sulsel mendesak agar Kejaksaan melakukan pemeriksaan terbuka, profesional, dan tidak tebang pilih.
“Vendor-vendor yang terlibat harus diperiksa satu per satu. Jangan sampai perayaan ini hanya menjadi bancakan oknum tertentu. FPAM Sulsel akan mengawal dan mendesak agar proses penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi,” tambahnya.
FPAM Sulsel menegaskan bahwa seluruh dokumen anggaran — mulai dari perencanaan, kontrak pengadaan, hingga alur pembayaran — harus segera dipublikasikan kepada masyarakat. Audit independen juga diperlukan untuk memastikan tidak ada praktik penyimpangan yang merugikan keuangan daerah.
“Transparansi bukan sekadar wacana. Ini adalah kewajiban pemerintah dan hak masyarakat. Bila tidak segera dibuka, kecurigaan publik hanya akan semakin kuat,” tutup Misbah.
FPAM Sulsel memastikan akan terus melakukan pemantauan, termasuk membuka kanal aduan masyarakat untuk mengumpulkan tambahan informasi dan laporan terkait penggunaan anggaran tersebut.
