Apakah ada Mafia Peradilan di Gowa?. Sertipikat kalah lawan kwitansi di PN Sungguminasa
Gowa,sudutpandangrakyat.com-– Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kali ini, sebuah lahan milik ahli waris Bohari Daeng Sija yang bersertifikat hak milik dikalahkan dalam proses hukum oleh pihak yang hanya bermodalkan kwitansi pembelian tanpa kejelasan objek. Pengacara Sya’ban Sartono menilai, ada kejanggalan serius dan potensi permainan dalam sistem peradilan penanganan perkara ini.
“Ini sungguh sangat memprihatinkan. Sertifikat hak milik yang dimiliki para ahli waris dikesampingkan, dan justru yang dimenangkan adalah pihak penggugat yang hanya bermodalkan kwitansi, tanpa kejelasan objek tanah,” kata Sya’ban saat memberi keterangan kepada media di lokasi tanah sengketa, Jalan Pallantikang, Gowa, Senin (15/7).
Menurut Sya’ban, kasus ini bermula ketika tanah milik delapan ahli waris dari Bohari Daeng Sija digugat oleh pihak lain. Gugatan itu sudah beberapa kali masuk ke pengadilan dan dua tingkatan peradilan dinyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) karena kurang pihak. Namun pada gugatan ulang, justru dimenangkan oleh pihak penggugat.
“Di tingkat Pengadilan Negeri Sungguminasa, Pengadilan Tinggi Makassar, bahkan Mahkamah Agung, semuanya dimenangkan oleh penggugat yang hanya berbekal kwitansi pembayaran senilai Rp75 juta,” ujar Sya’ban.
Yang membuat heran, lanjutnya, kwitansi tersebut dibuat di Kabupaten Bantaeng, namun menunjuk objek tanah yang berada di Kabupaten Gowa.
“Lebih aneh lagi, nama penjual dalam kwitansi itu adalah NM, yang bukan ahli waris, bukan warga setempat, dan tidak memiliki riwayat kepemilikan tanah di sana. Sementara pembelinya, atas nama HL, adalah warga Pallantikang. Transaksi dilakukan di Bantaeng tahun 2017. Ini benar-benar janggal,” bebernya.
Padahal, kata Sya’ban, sertifikat tanah tersebut telah terdaftar resmi di kantor kelurahan dan masuk dalam daftar buku C, tanpa ada catatan sengketa atau keberatan dari pihak mana pun saat proses penerbitan sertipikatnya.
“Kalau bicara hukum, yang harus diakui adalah sertipikat. Tapi ini justru dikalahkan oleh secarik kwitansi tanpa peta objek, tanpa batas-batas, hanya menyebutkan lokasi secara umum,” jelasnya.
Atas kejanggalan tersebut, pihak ahli waris melalui kuasa hukumnya telah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung dan berencana melaporkan para hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial (KY).
“Kami menduga kuat adanya mafia tanah yang turut bermain dalam kasus ini. Tidak hanya itu, ada dugaan keterlibatan oknum pemerintah di Kabupaten Gowa yang perlu ditelusuri lebih lanjut,” tegas Sya’ban.
Sya’ban Sartono mengajak masyarakat dan semua pihak untuk mengawasi kasus ini agar hukum tidak terus-menerus dipermainkan oleh segelintir oknum penegak hukum.
“Ini bukan hanya soal tanah, ini soal keadilan dan marwah hukum. Kalau seperti ini dibiarkan, maka masyarakat pemilik sah tanah pun bisa sewaktu-waktu tergusur oleh dokumen yang dibuat buat” pungkasnya.