Wajah Baru Premanisme: Ketika Kekuasaan Menyamar dalam Kesantunan

Wajah Baru Premanisme: Ketika Kekuasaan Menyamar dalam Kesantunan

Opi­ni : Salm­an Sita­ba

SUDUTPANDANGRAKYAT.COM | GOWA ‚SULSEL — (Jumat 2 Mei 2025 ) Dalam ima­ji­na­si umum, pre­ma­nis­me kerap digam­bark­an dengan keke­ras­an kasat mata „ wajah garang, maki­an, ger­tak­an, dan aksi fisik yang inti­mi­da­tif. Namun kini, zam­an telah ber­u­bah. Wajah pre­ma­nis­me pun ikut ber­me­ta­mor­fo­sis. Ia tak lagi menam­pilk­an keke­ras­an ter­bu­ka, mela­ink­an men­jel­ma dalam rupa yang jauh lebih rapi , bahk­an ber­e­ti­ka dan reli­gi­us.

Prem­an gaya baru ini tidak datang dengan ancam­an ver­bal, teta­pi dengan surat res­mi ber­kop lem­ba­ga. Ia tak meng­a­yunk­an tangan, mela­ink­an menan­da­ta­nga­ni per­a­tur­an yang mem­be­ra­ngus daya kri­tis. Ia ber­bi­ca­ra dengan baha­sa hukum, meng­u­tip atur­an, dan tam­pil dengan tutur yang san­tun, tapi tuju­an akhir­nya tetap sama: mem­bung­kam, mena­klukk­an, meng­u­a­sai.

Feno­me­na ini men­jel­ma dalam ber­ba­gai ruang: birok­rat yang ramah tapi menu­tup akses ter­ha­dap ang­gar­an publik yang semes­ti­nya ter­bu­ka, tena­ga pen­di­dik yang meng­a­jark­an moral namun mem­ba­ta­si ruang dis­ku­si kri­tis, hing­ga peja­bat publik yang mem­bung­kus kepen­ting­an pri­ba­di dalam nara­si pem­ba­ngun­an.

Yang lebih menyu­litk­an, pre­ma­nis­me sema­cam ini kerap ber­o­pe­ra­si dalam sis­tem legal. Ia men­da­patk­an legi­ti­ma­si, bahk­an dukung­an publik, kare­na tam­pi­lan­nya yang “sah” seca­ra admi­nis­tra­si. Pada­hal di balik for­ma­li­tas itu, sering ter­sem­bu­nyi prak­tik penin­das­an struk­tu­ral yang sis­te­mik dan terus-mene­rus.

Keku­a­sa­an yang menyim­pang ini ber­ba­ha­ya buk­an kare­na keke­ra­san­nya, mela­ink­an kare­na keli­ci­kan­nya. Ia tak meru­sak dengan ben­tak­an, tapi dengan regu­la­si yang mem­be­leng­gu. Tak meram­pas dengan pak­sa­an, tapi dengan iur­an sah yang tak trans­par­an peng­gu­na­an­nya. Tak mem­bung­kam dengan larang­an eks­pli­sit, tapi dengan mem­ban­ji­ri ruang publik dengan nara­si mani­pu­la­tif.

Pre­ma­nis­me dalam balut­an sop­an san­tun ada­lah ben­tuk baru tira­ni. Dan keti­ka masya­ra­kat hanya meng­u­kur kebe­nar­an dari tam­pil­an luar atau lega­li­tas sema­ta, maka akal sehat dan nura­ni kolek­tif sedang diper­ma­ink­an.

Tulis­an ini tidak dimak­sudk­an untuk menye­rang indi­vi­du atau insti­tu­si mana­pun. Ini Mur­ni meru­pak­an ben­tuk reflek­si sosi­al atas feno­me­na yang ber­kem­bang di masya­ra­kat, ser­ta ajak­an untuk tetap was­pa­da ter­ha­dap keku­a­sa­an yang menyim­pang namun tam­pil eleg­an.

Sebab diam di hadap­an keti­da­ka­dil­an, seke­cil apa­pun, ada­lah ben­tuk pem­bi­ar­an. Dan pem­bi­ar­an hari ini bisa men­ja­di ben­ca­na esok hari bagi sia­pa saja.(Salm­an Sita­ba)

RedaksiDS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *